KOMISI II MINTA BENTUK TIM SELESAIKAN KASUS TANAH ALAM SUTRA
29-01-2009 /
KOMISI II
Komisi II DPR RI minta segera dibentuk Tim untuk menyelesaikan kasus tanah di Perumahan Alam Sutra, Serpong, Tangerang yang terjadi antara pengembang dengan warga masyarakat setempat.
Demikian disampaikan Jazuli Juwaeni (F-PKS) saat menerima Camat Serpong Utara, Lurah Paku Alam, Dirut PT Alfa Golden Reality dan masyarakat Paku Alam Griya Hijau, Kamis (29/1) di gedung DPR.
Tim yang dibentuk tersebut hendaknya terdiri dari perwakilan masyarakat, pengembang yang diharapkan dapat mengambil keputusan dan sebagai fasilitator adalah Camat Serpong Utara. Sementara Komisi II DPR sebagai peninjau dan pengawas dari tim tersebut.
Menurut Jazuli, Tim ini nantinya yang akan melakukan negosiasi agar ada kesepakatan antara warga setempat dan pengembang. Apakah dalam negosiasi itu nantinya tanah masyarakat tersebut akan dibeli habis atau disepakati dilakukan relokasi.
Tentunya, ujarnya, negosiasi harga harus dengan harga yang rasional dan berdasarkan kesepakatan bersama tanpa harus merugikan salah satu pihak.
Namun Jazuli menegaskan, sebelum adanya kesepakatan bersama, Komisi II berharap agar pengembang membuka akses jalan keluar masuk yang bisa dilalui mobil bagi warga masyarakat setempat.
Komisi II DPR juga menginstruksikan kepada pihak pengembang agar tidak melakukan teror, premanisme dan segala bentuk ancaman lainnya, sebelum adanya kesepakatan harga baik yang dilakukan langsung atau melalui penjaga keamanan. Selain itu juga meminta kepada warga masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban mengingat mereka berdampingan dengan wilayah pengembang.
Seperti disampaikan keluarga Dahlan (salah satu warga masyarakat setempat), pihak pengembang memang pernah menemui warga untuk membeli tanah mereka. Namun berkali-kali diadakan pembicaraan, masih belum ada titik temu.
Sementara, kata keluarga Dahlan, pihak pengembang telah membangun tembok setinggi tiga setengah meter dan menutup akses jalan keluar dan masuk bagi warga, Bahkan, ujarnya dengan emosi, pengembang juga menutup saluran air dan memutus aliran listrik.
Dalam hal ini, pengembang juga melakukan aksi teror dan premanisme bagi warga setempat. Bahkan di depan rumah pernah diletakkan satu karung ular dan diletakkan tiga kepala babi di atas makam leluhur. “Jelas ini merupakan penghinaan bagi keluarga saya,†katanya.
Keluarga Dahlan menambahkan, tidak adanya kesepakatan harga tanah itu dikarenakan pihak pengembang menawar dengan harga terlalu rendah yaitu per meternya Rp 700 ribu, sementara harga tanah disekitar daerah itu berkisar Rp 4-5 juta per meter persegi.
Berdasarkan penuturan salah satu Direksi PT Alfa Golden, Sulaeman mengatakan, dibebaskannya tanah warga setempat karena adanya kepentingan lebih besar yaitu pembuatan jalan yang nantinya akan menjadi jalan alternatif penduduk Serpong, selain jalan yang biasa dilalui.
Sementara untuk pembangunan tembok tinggi, itu harus dilakukan mengingat ada tuntutan dari penghuni perumahan untuk merapikan lingkungan, selain juga memperhatikan faktor keamanan dan kenyaman bagi penghuni.
Lebih jauh Sulaeman menuturkan, tidak adanya kesepakatan harga disebabkan pengembang merasa tidak sanggup dengan harga yang telah diberikan warga sebesar Rp 4-5 juta per meternya. Karena, kata Sulaeman, harga jual tanah di perumahan tersebut hanya Rp 2,2 juta per meternya. “Jadi kita tidak mungkin membeli dengan harga empat juta, sementara kita menjual hanya dengan harga dua juta,†ujarnya.
Terhadap aksi premanisme, Sulaeman menegaskan pihaknya tidak pernah menginstruksikan untuk menteror warga setempat atau melakukan premanisme. “Kita tidak pernah menginstruksikan hal itu dan kami tidak mungkin melakukannya karena kita tinggal diwilayah yang sama†katanya. (tt)